BAB I
PENDAHULUAN
A. LATARBELAKANG
Hukum
di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan
hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana,
berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek
sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan
Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar
masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam
lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain
itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam
perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan
dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di
wilayah Nusantara.
Salah
satu kegunaan sejarah hukum adalah untuk mengungkapkan fakta-fakta hukum
tentang masa lampau dalam kaitannya dengan masa kini. Hal di atas merupakan
suatu proses, suatu kesatuan, dan satu kenyataan yang diahadapi, yang
terpenting bagi ahli sejarah data dan bukti tersebut adalah harus tepat,
cenderung mengikuti pentahapan yang sistematis, logika, jujur, kesadaran pada
diri sendiri dan imajinasi yang kuat.
Sejarah
hukum dapat memberikan pandangan yang luas bagi kalangan hukum, karena hukum
tidak mungkin berdiri sendiri, senantiasa dipengaruhi oleh berbagai aspek
kehidupan lain dan juga mempengaruhinya. Hukum masa kini merupakan hasil
perkembangan dari hukum masa lampau, dan hukum masa kini merupakan dasar bagi
hukum masa mendatang. Sejarah hukum akan dapat melengkapi pengetahuan kalangan
hukum mengenai hal-hal tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam
makalah ini, penulis membatasi pembahsannya mengingat ruang lingkup sejarah
hukum yang cukup luas, maka dalam tulisan ini penulis membatasinya dengan
rumusan masalah sebagai berikut :
A. Bagaimanakah sejarah hukum indonesia ?
B. Bagaimanakah peranan sejarah hukum dalam pembinaan hukum indonesia ?
B. Bagaimanakah peranan sejarah hukum dalam pembinaan hukum indonesia ?
BAB II
PERMASALAHAN
A.
PENGERTIAN PERANAN
Peranan
berasal dari kata peran, berarti sesuatu yang menjadi bagian atau memegang
pimpinan yang terutama.[1]
Peranan menurut Levinson sebagaimana dikutip oleh Soejono Soekamto, sebagai
berikut:
Peranan
adalah suatu konsep prihal apa yang dapat dilakukan individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat, peranan meliputi norma-norma yang
dikembangkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti
ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang
membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatani.[2]
Menurut
Biddle dan Thomas, peran adalah serangkaian
rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang
diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu.
Misalnya dalam keluarga, perilaku ibu dalam
keluarga diharapkan bisa memberi anjuran, memberi
penilaian, memberi sangsi dan lain-lain.
B.
SEJARAH
Sejarah
secara sempit adalah sebuah peristiwa manusia yang bersumber dari realisasi
diri, kebebasan dan keputusan daya rohani. Sedangkan secara luas, sejarah
adalah setiap peristiwa (kejadian). Sejarah adalah catatan peristiwa masa
lampau, studi tentang sebab dan akibat. Sejarah kita adalah cerita hidup kita.
Sejarah sangat
penting dalam kehidupan suatu bangsa karena:
- Sejarah merupakan gambaran kehidupan masyarakat di masa lampau.
- Dengan sejarah kita dapat lebih mengetahui peristiwa/kejadian yang terjadi di masa lampau.Peristiwa yang terjadi di masa lampau tersebut dapat dijadikan pedoman dan acuan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa di masa kini dan yang akan datang.
- Dengan sejarah kita tidak sekedar mengingat data-data dan fakta-fakta yang ada tetapi lebih memaknainya dengan mengetahui mengapa peristiwa tersebut terjadi.
Secara etimologi
atau asal katanya Sejarah diambil dari berbagai macam istilah. Diantaranya:
- Kata dalam bahasa Arab yaitu syajaratun artinya pohon.
- Mereka mengenal juga kata syajarah annasab, artinya pohon silsilah. Pohon dalam hal ini dihubungkan dengan keturunan atau asal usul keluarga raja/ dinasti tertentu. Hal ini dijadikan elemen utama dalam kisah sejarah pada masa awal. Dikatakan sebagai pohon sebab pohon akan terus tumbuh dan berkembang dari tingkat yang sederhana ke tingkat yang lebih komplek/ maju. Sejarah seperti pohon yang terus berkembang dari akar sampai ke ranting yang terkecil.
- Dalam bahasa Jerman, yaitu Geschichte berarti sesuatu yang telah terjadi.Dalam bahasa Belanda yaitu Geschiedenis, yang berarti terjadi.
- Dalam bahasa Inggris yaitu History, artinya masa lampau umat manusia.Kata History sebenarnya diturunkan dari bahasa latin dan Yunani yaitu Historia artinya informasi/pencarian, dapat pula diartikan Ilmu. Hal ini menunjukkan bahwa pengkajian sejarah sepenuhnya bergantung kepada penyelidikan terhadap perkara-perkara yang benar-benar pernah terjadi.
- Istor dalam bahasa Yunani artinya orang pandai Istoria artinya ilmu yang khusus untuk menelaah gejala-gejala dalam urutan kronologis.
Berdasarkan
asal kata tersebut maka sejarah dapat diartikan sebagai sesuatu yang telah
terjadi pada waktu lampau dalam kehidupan umat manusia. Sejarah tidak dapat
dilepaskan dari kehidupan manusia dan bahkan berkembang sesuai dengan
perkembangan kehidupan manusia dari tingkat yang sederhana ke tingkat yang
lebih maju atau modern.
Berdasarkan bahasa
Indonesia, sejarah mengandung tiga pengertian:
1. Sejarah adalah silsilah atau asal-usul.
2. Sejarah adalah kejadian atau peristiwa yang
benar-benar terjadi pada masa lampau.
3. Sejarah adalah ilmu, pengetahuan, dan cerita
pelajaran tentang kejadian atau peristiwa yang benar-benar terjadi di masa
lampau.
Jadi
pengertian sejarah adalah suatu ilmu
pengetahuan yang mempelajari segala peristiwa atau kejadian yang telah terjadi
pada masa lampau dalam kehidupan umat manusia.
Sejarah
merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mengkaji secara sistematis keseluruhan
perkembangan proses perubahan dinamika kehidupan masyarakat dengan segala aspek
kehidupannya yang terjadi di masa lampau.
Mengapa Sejarah
selalu berhubungan dengan masa lalu/lampau:
Masa
lampau itu sendiri merupakan sebuah masa yang sudah terlewati. Tetapi, masa
lampau bukan merupakan suatu masa yang final, terhenti, dan tertutup. Masa
lampau itu bersifat terbuka dan berkesinambungan. Sehingga, dalam sejarah, masa
lampau manusia bukan demi masa lampau itu sendiri dan dilupakan begitu saja
sebab sejarah itu berkesinambungan apa yang terjadi dimasa lampau dapat
dijadikan gambaran bagi kita untuk bertindak dimasa sekarang dan untuk mencapai
kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Sehingga, sejarah dapat digunakan
sebagai modal bertindak di masa kini dan menjadi acuan untuk perencanaan masa
yang akan datang.
Masa
Lampau, merupakan masa yang telah dilewati oleh masyarakat suatu bangsa dan
masa lampau itu selalu terkait dengan konsep-konsep dasar berupa waktu, ruang,
manusia, perubahan, dan kesinambungan atau when, where, who, what, why, dan
How.
Kejadian
yang menyangkut kehidupan manusia merupakan unsur penting dalam sejarah yang
menempati rentang waktu. Waktu akan memberikan makna dalam kehidupan dunia yang
sedang dijalani sehingga selama hidup manusia tidak dapat lepas dari waktu
karena perjalanan hidup manusia sama dengan perjalanan waktu itu sendiri.
Perkembangan sejarah manusia akan mempengaruhi perkembangan masyarakat masa
kini dan masa yang akan datang.[3]
C.
HUKUM
Secara etimologi Kata hukum
berasal dari bahasa arab dan merupakan bentuk tunggal. Kata kata jamaknya
adalah “ Alkas” yang selanjutnya diambil alih dalam bahasa indonesia menjadi
“hukum” di dalam pengertian hukum terkandung pengertian pertalian erat dengan
pengertian yang dapat melakukan paksaan.[4]
a. Penegrtian hukum menurut beberapa ahali, yaitu :
a) Aristoteles,
hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat
tetapi juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan
isi konstitusi; karena kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim dalam
melaksanakan jabatannya dalam menghukum orang-orang yang bersalah.
b) Austin,
hukum adalah sebagai peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada
makhluk yang berakal oleh makhluk yang berakal yang berkuasa atasnya
(Friedmann, 1993: 149).
c) Bellfoid,
hukum yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata tertib masyarakat itu
didasarkan atas kekuasaan yang ada pada masyarakat.
d) Mr.
E.M. Mayers, hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan
ditinjau kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi pedoman
penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.
e) Duguit,
hukum adalah tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya
pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari
kepentingan bersama terhadap orang yang melanggar peraturan itu.
f) Immanuel
Kant, hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak dari
orang yang satu dapat menyesuaikan dengan kehendak bebas dari orang lain
memenuhi peraturan hukum tentang Kemerdekaan.
g) Van
Kant, hukum adalah serumpun peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang
diadakan untuk mengatur melindungi kepentingan orang dalam masyarakat.
h) Van
Apeldoorn, hukum adalah gejala sosial tidak ada masyarakat yang tidak mengenal
hukum maka hukum itu menjadi suatu aspek kebudayaan yaitu agama, kesusilaan,
adat istiadat, dan kebiasaan.[5]
i)
E. Utrecht, menyebutkan: hukum adalah
himpunan petunjuk hidup –perintah dan larangan– yang mengatur tata tertib dalam
suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat yang
bersangkutan, oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat
menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa itu.
D.
PEMBINAAN
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pembiaan dapat
di artikan beberapa hal, yaitu:
a)
Proses,
cara, perbuatan membina.
b)
Pembaharuan;
penyempurnaan;
c)
Usaha,
tindakan, dan kegiatan yg dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh
hasil yg lebih baik;
Untuk menjawab pertanyaan di atas kita harus
melihat Pengertian Pembinaan menurut beberapa ahli :
1.
Poerwadarmita
Pembinaan adalah suatu usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara
berdaya guna berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
2.
Menurut Thoha Pembinaan adalah suatu proses, hasil atau
pertanyaan menjadi lebih baik, dalam hal ini mewujudkan adanya perubahan,
kemajuan, peningkatan, pertumbuhan, evaluasi atau berbagai kemungkinan atas
sesuatu.
3.
Menurut
Widjaja Pembinaan adalah suatu proses atau pengembangan yang mencakup urutan –
urutan pengertian, diawali dengna mendirikan membutuhkan memellihara
pertumbuhan tersebut yang disertai usaha – usaha perbaikan, menyempurnakan dan
mengembangkannya.
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Hukum Indonesia
Sumbangan Von Savigny
sebagai “Bapak Sejarah Hukum” telah menghasilkan aliran historis (sejarah).
Cabang ilmu ini lebih muda usianya dibandingkan dengan sosiologi hukum.
Berkaitan dengan masalah ini Soedjono, menjelaskan bahwa : “Sejarah hukum adalah
salah satu bidang studi hukum, yang mempelajari perkembangan dan asal usul
sistem hukum dalam suatu masyarakat tertentu dan memperbandingkan antara hukum
yang berbeda karena dibatasi oleh perbedaan waktu.[6] Demikian juga hal yang senada diungkapkan oleh
Menteri Kehakiman dalam pidato sambutan dan pengarahan pada simposium Sejarah
Hukum (Jakarta 1-3 April 1975) dimana dinyatakan bahwa :
“Perbincangan sejarah
hukum mempunyai arti penting dalam rangka pembinaan hukum nasional, oleh karena
usaha pembinaan hukum tidak saja memerlukan bahan-bahan tentang perkembangan
hukum masa kini saja, akan tetapi juga bahan-bahan mengenai perkembangan dari
masa lampau. Melalui sejarah hukum kita akan mampu menjajaki berbagai aspek
hukum Indonesia pada masa yang lalu, hal mana akan dapat memberikan bantuan
kepada kita untuk memahami kaidah-kaidah serta institusi-institusi hukum yang
ada dewasa ini dalam masyarakatbangsa kita”.[7]
Apa yang sejak lama
disebut sejarah hukum, sebenarnya tak lain dari pada pertelaahan sejumlah
peristiwa-peristiwa yuridis dari zaman dahulu yang disusun secara kronologis,
jadi adalah kronik hukum. Dahulu sejarah hukum yang demikian itupun disebut “antiquiteiter”, suatu nama yang cocok
benar. Sejarah adalah suatu proses, jadi bukan sesuatu yang berhenti, melainkan
sesuatu yang bergerak; bukan mati, melainkan hidup. Hukum sebagai gejala
sejarah berarti tunduk pada pertumbuhan yang terus menerus. Pengertian tumbuh
membuat dua arti yaitu perobahan dan stabilitas.
Hukum tumbuh, berarti
bahwa ada terdapat hubungan yang erat, sambung-menyambung atau hubungan yang
tak terputus-putus antara hukum pada masa kini dan hukum pada masa lampau.
Hukum pada masa kini dan hukum pada masa lampau merupakan satu kesatuan. Itu
berarti, bahwa kita dapat mengerti hukum kita pada masa kini, hanya dengan
penyelidikan sejarah, bahwa mempelajari hukum secara ilmu pengetahuan harus
bersifat juga mempelajari sejarah.[8]
Misalnya saja
penelitian yang dilakukan oleh Mohd. Koesno tentang hukum adat setelah Perang
Dunia II melalui beberapa pentahapan (periodisasi). Secara kronologi
perkembangan tersebut dibaginya dalam beberapa tahap, yaitu :
a)
Masa 1945-1950
b)
Masa Undang-undang Dasar Sementara 1950
c)
Masa 1959-1966
d)
Masa 1966 – sekarang.
Penetapan tersebut
disertai analisis yang mendalam tentang kedudukan dan peranan hukum adat pada
masa-masa tersebut. Mempelajari sejarah hukum memang bermanfaat, demikian yang
dikatakan Macauly bahwa dengan mempelajari sejarah, sama faedahnya dengan
membuat perjalanan ke negeri-negeri yang jauh : ia meluaskan penglihatan,
memperbesar pandangan hidup kita. Juga dengan membuat perjalanan di
negeri-negeri asing, sejarah mengenalkan kita dengan keadaan-keadaan yang
sangat berlainan dari pada yang biasa kita kenal dan dengan demikian melihat,
bahwa apa yang kini terdapat pada kita bukanlah satu satunya yang mungkin.
Periode kolonialisme terbagi ke dalam tiga
tahapan besar, yakni: periode VOC, Liberal Belanda dan Politik etis hingga
penjajahan Jepang, yaitu:
a. Periode
VOC
Pada masa pendudukan VOC, sistem hukum yang diterapkan bertujuan
untuk:
1. Kepentingan ekspolitasi
ekonomi demi mengatasi krisis ekonomi di negeri Belanda;
2. Pendisiplinan rakyat
pribumi dengan cara yang otoriter; dan
3. Perlindungan terhadap
pegawai VOC, sanak-kerabatnya, dan para pendatang Eropa.
Hukum Belanda diberlakukan terhadap orang-orang
Belanda atau Eropa. Sedangkan bagi pribumi, yang berlaku adalah hukum-hukum
yang dibentuk oleh tiap-tiap komunitas secara mandiri. Tata pemerintahan dan
politik pada zaman itu telah meminggirkan hak-hak dasar rakyat di nusantara dan
menjadikan penderitaan yang mendalam terhadap rakyat pribumi di masa itu.
b. Periode liberal
Belanda
Pada 1854 di Hindia Belanda diterbitkan
Regeringsreglement (selanjutnya disebut RR 1854) atau Peraturan tentang Tata
Pemerintahan (di Hindia Belanda) yang tujuan utamanya melindungi kepentingan
kepentingan usaha-usaha swasta di negeri jajahan dan untuk pertama kalinya
mengatur perlindungan hukum terhadap kaum pribumi dari kesewenang-wenangan
pemerintahan jajahan. Hal ini dapat ditemukan dalam (Regeringsreglement) RR
1854 yang mengatur tentang pembatasan terhadap eksekutif (terutama Residen) dan
kepolisian, dan jaminan terhadap proses peradilan yang bebas.
Otokratisme administrasi kolonial masih tetap
berlangsung pada periode ini, walaupun tidak lagi sebengis sebelumnya. Namun,
pembaruan hukum yang dilandasi oleh politik liberalisasi ekonomi ini ternyata
tidak meningkatkan kesejahteraan pribumi, karena eksploitasi masih terus
terjadi, hanya subyek eksploitasinya saja yang berganti, dari eksploitasi oleh
negara menjadi eksploitasi oleh modal swasta.
c. Periode Politik Etis
Sampai Kolonialisme Jepang
Kebijakan Politik Etis dikeluarkan pada awal
abad 20. Di antara kebijakan-kebijakan awal politik etis yang berkaitan
langsung dengan pembaharuan hukum adalah:
- Pendidikan untuk anak-anak pribumi, termasuk pendidikan lanjutan hukum
- Pembentukan Volksraad, lembaga perwakilan untuk kaum pribumi
- Penataan organisasi pemerintahan, khususnya dari segi efisiensi
- Penataan lembaga peradilan, khususnya dalam hal profesionalitas
- Pembentukan peraturan perundang-undangan yang berorientasi pada kepastian hukum.
Hingga runtuhnya kekuasaan kolonial, pembaruan hukum di
Hindia Belanda mewariskan:
- Dualisme/pluralisme hukum privat serta dualisme/pluralisme lembaga-lembaga peradilan
- Penggolongan rakyat ke dalam tiga golongan; Eropa dan yang disamakan, Timur Asing, Tionghoa dan Non-Tionghoa, dan Pribumi.
Masa pendudukan Jepang pembaharuan hukum tidak
banyak terjadi seluruh peraturan perundang-undangan yang tidak bertentangan
dengan peraturan militer Jepang, tetap berlaku sembari menghilangkan hak-hak
istimewa orang-orang Belanda dan Eropa lainnya. Beberapa perubahan
perundang-undangan yang terjadi:
- Kitab UU Hukum Perdata, yang semula hanya berlaku untuk golongan Eropa dan yang setara, diberlakukan juga untuk orang-orang Cina
- Beberapa peraturan militer disisipkan dalam peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku.
Di bidang peradilan, pembaharuan yang dilakukan adalah:
- Penghapusan dualisme/pluralisme tata peradilan
- Unifikasi kejaksaan
- Penghapusan pembedaan polisi kota dan pedesaan/lapangan
- Pembentukan lembaga pendidikan hukum
- Pengisian secara massif jabatan-jabatan administrasi pemerintahan dan hukum dengan orang-orang pribumi.
B. Periode Revolusi Fisik Sampai
Demokrasi Liberal
a. Periode Revolusi Fisik
Pembaruan hukum yang sangat berpengaruh di masa
awal ini adalah pembaruan di dalam bidang peradilan, yang bertujuan
dekolonisasi dan nasionalisasi:
- Meneruskan unfikasi badan-badan peradilan dengan melakukan penyederhanaan
- Mengurangi dan membatasi peran badan-badan pengadilan adat dan swapraja, kecuali badan-badan pengadilan agama yang bahkan dikuatkan dengan pendirian Mahkamah Islam Tinggi.
b. Periode Demokrasi Liberal
UUDS 1950 yang telah mengakui hak asasi manusia.
Namun pada masa ini pembaharuan hukum dan tata peradilan tidak banyak terjadi,
yang ada adalah dilema untuk mempertahankan hukum dan peradilan adat atau
mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka terhadap
perkembangan ekonomi dan tata hubungan internasional. Kemudian yang berjalan
hanyalah unifikasi peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-badan dan
mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan negara, yang
ditetapkan melalui UU No. 9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No.
1/1951 tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan.
C. Periode Demokrasi Terpimpin Sampai
Orde Baru.
a. Periode
Demokrasi Terpimpin
Langkah-langkah pemerintahan Demokrasi Terpimpin
yang dianggap sangat berpengaruh dalam dinamika hukum dan peradilan
adalah:
- Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan dan mendudukan MA dan badan-badan pengadilan di bawah lembaga eksekutif
- Mengganti lambang hukum, dewi keadilan, menjadi pohon beringin, yang berarti pengayoman.
- Memberikan peluang kepada eksekutif untuk melakukan campur tangan secara langsung atas proses peradilan berdasarkan UU No.19/1964 dan UU No.13/1965
- Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa kolonial tidak berlaku kecuali sebagai rujukan, sehingga hakim mesti mengembangkan putusan-putusan yang lebih situasional dan kontekstual.
b. Periode Orde Baru
Perkembangan dan dinamika hukum dan tata peradilan di bawah
Orde Baru justru diawali oleh penyingkiran hukum dalam proses politik dan
pemerintahan. Di bidang perundang-undangan, rezim Orde Baru? membekukan?
pelaksanaan UU Pokok Agraria, dan pada saat yang sama membentuk beberapa
undang-undang yang memudahkan modal asing berinvestasi di Indonesia; di
antaranya adalah UU Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, dan UU Pertambangan.
Selain itu, orde baru juga melakukan:
- Penundukan lembaga-lembaga hukum di bawah eksekutif
- Pengendalian sistem pendidikan dan penghancuran pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Singkatnya, pada masa orde baru tak ada perkembangan yang baik dalam hukum Nasional.
D. Periode Pasca Orde Baru (1998 –
Sekarang)
Sejak pucuk eksekutif di pegang Presiden Habibie
hingga sekarang, sudah terjadi empat kali amandemen UUD RI. Di arah
perundang-undangan dan kelembagaan negara, beberapa pembaruan formal yang
mengemuka adalah:
- Pembaruan sistem politik dan ketetanegaraan
- Pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia
- Pembaruan sistem ekonomi.
Penyakit lama orde baru, yaitu KKN (korupsi,
kolusi dan nepotisme) masih kokoh mengakar pada masa pasca orde baru, bahkan
kian luas jangkauannya. Selain itu, kemampuan perangkat hukum pun dinilai belum
memadai untuk dapat menjerat para pelaku semacam itu. Aparat penegak hukum
seperti polisi, jaksa, dan hakim (kini ditambah advokat) dilihat masih belum
mampu mengartikulasikan tuntutan permbaruan hukum, hal ini dapat dilihat dari
ketidakmampuan Kejaksaan Agung meneruskan proses peradilan mantan Presiden Soeharto,
peradilan pelanggaran HAM, serta peradilan para konglomerat hitam. Sisi
baiknya, pemberdayaan rakyat untuk menuntut hak-haknya dan mengembangkan sumber
daya hukumnya secara mandiri, semakin gencar dan luas dilaksanakan. Walaupun
begitu, pembaruan hukum tetap terasa lambat dan masih tak tentu arahnya.
B. PERAN SEJARAH HUKUM DAN PEMBINAAN HUKUM
Penetapan tersebut
disertai analisis yang mendalam tentang kedudukan dan peranan hukum adat pada
masa-masa tersebut. Mempelajari sejarah hukum memang bermanfaat, demikian yang
dikatakan Macauly bahwa dengan mempelajari sejarah, sama faedahnya dengan
membuat perjalanan ke negeri-negeri yang jauh : ia meluaskan penglihatan,
memperbesar pandangan hidup kita. Juga dengan membuat perjalanan di
negeri-negeri asing, sejarah mengenalkan kita dengan keadaan-keadaan yang
sangat berlainan dari pada yang biasa kita kenal dan dengan demikian melihat,
bahwa apa yang kini terdapat pada kita bukanlah satu satunya yang mungkin.
Sebagai contoh adalah “
Misi Rahasia Tsar Peter”. Banyak sedikit, kita manusia semuanya condong
menerima yang ada sebagai yang sewajarnya, juga dengan tiada kita sadari kita
semua dikuasai oleh waktu yang lalu. Karena dilahirkan dalam sesuatu waktu,
dalam sesuatu negara dan dalam sesuatu lingkungan, sedari kecil kita sama
sekali biasa pada pelbagai pandangan dan pada pelbagai keadaan, sehingga
biasanya timbul pada kita pertanyaan, apakah hal-hal tersebut ada sebagai mestinya.[9]
Penyelidikan sejarah
membebaskan kita dari prasangka-prasangka, ia menyebabkan bahwa kita tidak
begitu saja menerima yang ada sebagai hal yang demikian melainkan menghadapinya
secara kritis. Makin sedikit kita mengenal waktu yang lalu, makin besar
bahayanya kita dikuasainya.
Penelitian sejarah pada
umumnya dilakukan terhadap bahan-bahan tertulismaupun tidak tertulis yang
biasanya dibedakan antara bahan-bahan primer, sekunder dan tersier.
Bahan-bahan primer, antara lain :
Bahan-bahan primer, antara lain :
1.
Dokumen, yaitu arsip, surat-surat,
memoranda, pidato, laporan, pernyataan dari
lembaga-lembaga resmi.
lembaga-lembaga resmi.
2.
Bahan tertulis lain seperti catatan
harian, laporan-laporan hasil wawancara yang
dilakukan dan dibuat oleh wartawan.
dilakukan dan dibuat oleh wartawan.
3.
Gambar-gambar atau potret.
4.
Rekaman.
Data suplementer pada
bahan-bahan primer adalah antara lain : Oral Story dan Folk Story (khususnya yang
tidak tertulis), kemudian benda-benda hasilpenemuan arkeologis, bekas kota dan
lain sebagainya.
Kemudian bahan-bahan sekunder :
1.
Monograp.
2.
Bahan tertulis yang berupa bahan
referensi
3.
Ilmu-ilmu pembantu terhadap sejarah,
misal : epigrafi, yaitu seloka atau sajak
yang barisnya tidak banyak dan mengandung sindiran serta numismatis yaitu ilmu
tentang maka uang.
yang barisnya tidak banyak dan mengandung sindiran serta numismatis yaitu ilmu
tentang maka uang.
Bahan-bahan tersebut
dapat dimanfaatkan melalui beberapa tahap sebelum benarbenar menjadi sumber
data sejarah.
Penggolongan
bukti-bukti tersebut tidak mutlak, bukti-bukti tersebut harus dilihat dengan
kritis. Peneliti harus bertanya apakah bukti tersebut asli dan isinya
dapatdipercayai, karena metode sejarah menggunakan akal yang teratur dan
sistematis. Sebagai ilmu sosial dan ilmu budaya, sejarah menelaah aktivitas
manusia dan peristiwa-peristiwanya yang terjadi pada masa lalu dalam keitannya
dengan masa kini. Sebagai ahli sejarah, tidak harus puas dengan deskripsi saja
dan harus berusaha untuk memakainya serta bagaimana prosesnya yang pusat perhatiannya
adalah uniknya dan khasnya peristiwa-peristiwa tersebut.
Pada sejarah hukum umum
yang menjadi ruang lingkupnya adalah perkembangan secara menyeluruh dari suatu
hukum positif tertentu. Objek khususnya adalah sejarah pembentukan hukum atau
pengaruh dari sumbersumber hukum dalam arti formil pada peraturan-peraturan
tertentu.
Paradigma yang
digunakan sebagai kerangka dasar penelitian adalah sumber-sumber hukum dalam arti
formil yang mencakup :
1.
Perundang-undangan.
2.
Hukum kebiasaan.
3.
Yurisprudensi.
4.
Traktat.
5.
Doktrin.
Masing-masing sumber
tersebut ditelaah perkembangannya serta pengaruhnya terhadap pembentukan hukum
(rechtvorming). Penelitian dapat dilakukan secara menyeluruh dan dapat juga di
batasi pada sumber tertentu.Penelitian dapat dilakukan secara menyeluruh dan
juga dapat dibatasi.
BAB
IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
1. sejarah
hukum mempunyai arti penting dalam rangka pembinaan hukum nasional, oleh karena
usaha pembinaan hukum tidak saja memerlukan bahan-bahan tentang perkembangan
hukum masa kini saja, akan tetapi juga bahan-bahan mengenai perkembangan dari
masa lampau. Melalui sejarah hukum kita akan mampu menjajaki berbagai aspek
hukum Indonesia pada masa yang lalu, hal mana akan dapat memberikan bantuan
kepada kita untuk memahami kaidah-kaidah serta institusi-institusi hukum yang
ada dewasa ini dalam masyarakat bangsa kita.
2.
kedudukan dan peranan hukum adat pada
masa-masa tersebut. Mempelajari sejarah hukum memang bermanfaat, demikian yang
dikatakan bahwa dengan mempelajari sejarah, sama faedahnya dengan membuat
perjalanan ke negeri-negeri yang jauh : ia meluaskan penglihatan, memperbesar
pandangan hidup kita. Juga dengan membuat perjalanan di negeri-negeri asing,
sejarah mengenalkan kita dengan keadaan-keadaan yang sangat berlainan dari pada
yang biasa kita kenal dan dengan demikian melihat, bahwa apa yang kini terdapat
pada kita bukanlah satu satunya yang mungkin.
B.
SARAN
1. Perjalanan
hukum di indonesia telah membawa kita jauh melihat kebelakang hukum pada masa
penjajahan sampai pada sekarang, maka untuk mewujudkan hukum yang mengedepankan
tujuan hukum, maka perlu untuk meninjau dan memperbaiki produk hukum dan
menyesuaikannya pada era globalisasi sekarang ini.
2. Sejarah
hukum bangsa indonesai yang cukup panjang, dapat di jadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam mentukan hukum di indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Drs.
Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum,
Rinek Cipta, Jakarta, 2001
Dr. Soerjono Soekanto, Pengantar Sejarah Hukum, Alumni,
Bandung, 1986
Dr. Soejono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta:
Rajawali Press, 1982,
Prof. Dr. Mr. L. J. Van Apeldroon, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita.
Jakarta, 2001
R. Soeroso, S.H. Pengantar
Ilmu Hukum. Sinar Grafika. Jakarta. 2004 cetakan Keempat.
W.J.S.
Poerwadarminta, Kamus Bahasa
Indonesia, Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1985
Pengertian Sejarah.http://www.freewebs.com/rinanditya/pengertiansejarah.htm.
di akses tanggal 9 November 2012. Jam 21:30 Wib
[1] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia,
(Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1985), h. 735
[2] Soejono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali
Press, 1982), h. 238
[3]
Pengertian Sejarah.http://www.freewebs.com/rinanditya/pengertiansejarah.htm.
di akses tanggal 9 November 2012. Jam 21:30 Wib
[4] R. Soeroso, S.H. Pengantar Ilmu Hukum. Sinar Grafika.
Jakarta. 2004 cetakan Keempat. Halaman 23
[5]
Ibid. Halaman 28
[6] Drs. Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, Rinek Cipta,
Jakarta, 2001, Halaman 261.
[7]
Dr. Soerjono Soekanto,
SH.MA, Pengantar Sejarah Hukum,
Alumni, Bandung, 1986, Halaman 9.
[8]
Prof. Dr. Mr. L. J. Van
Apeldroon, Pengantar Ilmu Hukum,
Pradnya Paramita. Jakarta, 2001, Halaman 417.