A.
LATARBELAKANG
Istilah-istilah hukum, norma dan tradisi menjadi istilah
yang umum, tidak terbatas dalam diskusi formal maupun informal. Di luar kalangan akademisi,
istilah-istilah itu menjadi santapan obrolan sehari-hari. Jika kita membolak-balik
koran atau majalah, kita sering menemui istilah-istilah. Berulangkali kita
membaca kalimat-kalimat seperti ini: “Tidak ada orang yang kebal hukum”, “Hukum
harus ditegakkan”, “Kita harus melestarikan tradisi dan budaya lokal”,
“Norma-norma di masyarakat harus ditaati”, dan sebagainya.
Sebagian masyarakat
merasa bahwa hukum, tradisi dan norma mempunyai peranan yang
besar dalam hidup khususnya dalam bidang etika, “kesusilaan” yang artinya sama dengan etika terdiri dari
bahasa Sanskerta “sila” yang berarti “norma” kehidupan dan “su” yang berarti
“baik”. Etika menyangkut kelakuan yang menuruti norma-norma yang baik.
Di sisi lain, hukum, tradisi dan norma masih dibutuhkan
sebagai aturan yang perlu dalam hidup manusia dan melindunginya dari kekacauan
tabrakan antara kebebasan seseorang dengan kebebasan orang lain. Hukum, tradisi
dan norma merupakan bantuan penting karena membebaskan manusia dari tugas berat
untuk selalu memulai dari nol dalam menetapkan norma-norma etis bagi dirinya.
Tulisan ini hendak berbicara mengenai hukum dan moral Bagian ini akan merefleksikan hukum dan moral yang dipakai
sebagai dasar hidup bersama dengan sesama.
A. HUKUM
Hukum
adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan
kelembagaan. dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi
dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam
hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum
pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat
menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi
penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan
politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih.[1]
Hukum dari segi etimologi:
a. hukum
kata hukum berasal dari bahasa arab
dan merupakan bentuk tunggal. Kata jamaknya adalah “Alkhas” berarti hukum.
b. Recht
Rech berasal dari “rectum” (bahasa
latin) yang mempunyai arti bimbingan atau tuntutan atau pemerintahan, bertalian
dengan rectum di kenal kata “Rex” yaitu orang yang pekerjaannya memberikan
bimbingan atau memerintah. Rex juga dapat diartikan “Raja” yang mempunyai
regimen yang artinya kerajaan.
c. Ius
Kata ius (latin) berarti hukum,
berasal dari “Iubere” artinya mengatur atau memerintah. Selanjutnya istilah Ius
bertalian erat dengan “Iustitia” atau keadilan.
d. Lex
Kata lex berasal dari bahasa latin
dan berasal dari kata “lesere” artinya mengumpulkan.
Berdasarkan uraian di atas maka hukum dapat
disimpulkan, bahwa hukum adalah keadilan, kewibawaan, ketaatan, kedamaian, dan
bertalian erat dengan peraturan-peraturan yang berisi norma.[2]
B. Hukum Menurut Beberapa Pakar
Keragam tentang pendapat para ahli tentang hukum samapai
pada saat ini belum ada satu pun yang dapat di jadikan sebagai defenisi yang
diaku secara umum, untuk itu untuk menambah pandangan tentang hukum maka dapat
diuraikan dalam beberapa pendapat ahli, yaitu :
a. Plato
Hukum
merupakan peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat
masyarakat.
b. Aristoteles
Hukum hanya sebagai
kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim.
c. E.
Utrecht
Hukum merupakan himpunan
petunjuk hidup – perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu
masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat oleh karena
itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh
pemerintah/penguasa itu.
d. R.
Soeroso SH
Hukum adalah himpunan
peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata
kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta
mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang
melanggarnya.
e. Abdulkadir Muhammad, SH
Hukum adalah segala peraturan
tertulis dan tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap
pelanggarnya.
f. Mochtar
Kusumaatmadja dalam “Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional
Pengertian hukum yang
memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah
dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula
mencakup lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum
itu dalam kenyataan.
Dari berapa uraian di atas
hukum adalah seperangkan aturan yang tersussun dalam masyarakat.
Hukum dibuat untuk menjaga ketertiban perilaku manusia berinteraksi dengan
sesamanya. Agar tidak terjadi kekacauan dan agar tidak terjadi kerugian yang
tidak perlu. Hukum berfungsi menjaga tatanan bersama. Tatanan bersama menurut
norma hukum tidak selalu paralel atau sama dengan tatanan moral, akan tetapi
sering kali bergandengan bersama.
C. MORAL
Moral
(Bahasa Latin
Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan
yang memiliki nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral
artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia
lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia.
Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi
individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi.
Moral dalam zaman sekarang memiliki
nilai implisit karena banyak orang yang memiliki moral atau sikap amoral itu
dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di oleh
orangtua dan sekolah, manusia harus memiliki moral jika ia ingin dihormati oleh
sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara
utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.
Moral adalah
perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia.
apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di
masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan
masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral yang baik, begitu juga
sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Setiap budaya memiliki
standar moral yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dan
telah terbangun sejak lama.
Fungsi moral
bahwa ia mengatur perilaku manusia, bahwa ia menetapka hak dan kewajiban,
dengan kata lain bahwa ia secara otoritatif menetapkan norma, pada hal fungsi
yang senarnya adalah untuk memahami dan menjelaskan norma yang telah diciptakan
oleh otoris moral atau adat. Kemurnian metodologi ilmu hukum menjadi terancam
tidak hanya karena diabaikannya penghalangan yang memisahkannya dari ilmu alam,
namun juga karena ilmu hukum tidak (atau tidak secara jelas) terpisahkan dari
etika-yakni karena tidak ada pembedaan yang jelas antara hukum dan moral.[3]
D. Nilai Moral
1.
Pengertian
Nilai Moral
Nilai moral erta hubungannya dengan
mausia, baik dalam bidang etika yang mengatur kehidupan manusia dalam
kehidupan sehari-hari, maupun bidang estetika yang berhubungan dengan
persoalan keindahan, bahkan nilai masuk ketika manusiamemahami agam dan
keyakinan beragama. Untuk mempertimbangkan danmengembangkan keyakinan diri dan
aturan masyarakatnya dibutuhkan pemahamandan perenungan yang mendalam tentang
mana yang sejatinya dikatakan baik, mana yang benar-benar buruk.[4]
2.
Proses
Terbentuknya Nilai Morala.
a) Pengaruh kehidupan keluarga dalam
pembinaan nilai moralkeluarga bagian dari masyarakat, terpengaruh oleh
tunututan kemajuan yang terjadi, namun masih banyak orang meyakini bahwa nilai
moral itu hidup dan dibangundalam lingkungan keluarga.
b) Pengaruh teman sebaya terhadap
pembinaan nilai moral Sebagai makhluk sosial, anak pasti punya teman, dan
pergaulan dengan teman akan menambah pembendaharaan informasi yang akhirnya
akan mempengaruhi berbagai jenis kepercayaan yang dimilikinya. Keluarga
sering dikagetkan oleh penolakan anak ketika memberikan nasihat, dengan alasan
bahwa apa yang disampaikan orang tua berbeda atau bertentangan dengan“aturan”
yang disampaikan oleh temannya.
c) Pengaruh figure otoritas terhadap
perkembangan nilai moral individu Masalah hampir tidak ada seorangpun yang
memandang pentingnya membantu anak untuk menghilangkan kebingungan yang
ada pada pikiran atau kepala mereka.Hampir tidak ada seorangpun yang memandang
penting membantu anak untuk memecahkan dan menyelesaikan pemikiran yang
memusingkan tersebut.
d) Pengaruh media komunikasi terhadap
perkembangan nilai moralKomunikasi mutakhir tentu fokus akan mengembangkan
suatu pandangan hidup yangterfokus sehingga memberikan stabilitas nilai pada
anak. Namun media-mediatersebut justru meyuguhkan berbagai pandangan hidup yang
sangat variatif pada anak.
e) Pengaruh otak atau berfikir terhadap
perkembangan nilai moral Pengalaman itu memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap prose pematangan, dengan demikian guru/pendidik dapat dan harus
membimbing anak melaui prosesyang kontinu melalui pengembangan situasi
bermasalah yang memperkaya kesempatan berfikir.
f)
Pengaruh
informasi terhadap perkembangan nilai moral Setiap hari manusia mendapatkan
informasi, informasi ini berpengaruh terhadap system keyakinan yang dimiliki
oleh individu, baik infomasi itu diterima secara keseluruhan, diterima sebagian
atau ditolak semuanya, namun bagaimanapu ninformasi itu ditolak akan menguatkan
keyakinan yang telah ada pada individu tersebut
E. Perbedaan Antara Hukum dan Moral
Menurut filsuf Kant (1724 - 1804) perbedaan antara hukum dan
moral terletak pada tuntutan terhadap dua jenis kaidah. Kaidah hukum mengarah
diri hanya untuk perbuatan lahiriah. Jadi berperilaku hukum sesuai dengan yang
diperintahkan. Lain dengan kaidah moral yang mempunyai kaitan dengan alasan
atau motivasi yang dilakukannya perbuatan lahiriyah. Pendek kata hukum
berkaitan dengan lahiriah dan moral berkaitan dengan batiniah dan lahiriah.
Tapi hal ini sudah ketinggalan di dalam hukum modren sehingga dapat disimpulkan
lagi kaidah tersebut dibagi menjadi tiga.
Pertama kaidah hukum yang tidak dapat dimasukkan dalam
kaidah terpenting yang dikenal manusia. Disini suatu kaidah hukum bersifat
netral atau teknikal dan secara moral adalah indiferen namun tujuannya tetap
mengacu pada moral dan perlindungan hidup manusia. Kedua adalah kaidah hukum
yang dipandang sebagai kaidah yang penting bagi manusia, dan kaidah yang paling
penting itu adalah kaidah hukum moral. Sehingga disini terjadi tumpang tindih
antara moral dan hukum. Ketiga adalah kaidah moral yang mengatasi hukum. Banyak
kaidah moral yang berada diluar hukum positif seperti hubungan afektif,
hubungan ikatan keluarga dan hubungan lingkungan persahabatan.
Setiap orang punya moral pribadi yang tidak ada dalam hukum
positif. Yang dimaksud disini adalah kaidah moral yang khas yaitu kaidah yang
menuntut perbuatan supererogasi dimana seseorang melakukuan sesuatu lebih dari
yang dituntut dari dirinya sebagai kewajiban moral. Misalnya pengorbanan diri
heroik seperti tindakan seorang perwira komando yang menjatuhkn diri ke granat
untuk melindungi prajuritnya yang baru sedang gugup yang tidak sengaja mncabut
pengaman granat.
Perbuatan seperti ini menurut orang, secara moral baik jika
dilakukan tapi belum tentu tidak baik atau buruk jika tidak dilakukan. Sehingga
hal ini mempunyai batasan yang belum jelas. Sehingga kita juga harus
membicarakan tentang etika kewajiban, etika kaidah dan etika nilai.
Di
indonesi moral itu terlihat dalam Undang-Undang Pornografi merupakan
undang-undang yang telah berhasil mengkriminalisasi moralitas dalam kehidupan
masyarakat di Indonesia. Di dalam Undang-Undang Pornografi, kata kunci dalam
definisi tentang pornografi adalah,“melalui berbagai bentuk media komunikasi
dan/ atau pertunjukan di muka umum yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual
yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat”.
Secara
kritikal dapat dikatakan bahwa berani berbuat berani bertanggung jawab.
Sang Napi adalah seorang pencuri, itu berarti ia melakukan suatu pelanggaran.
Ia pantas dihukum. Tetapi apakah hukumannya itu harus dibebaskan oleh oknum
tertentu dengan suatu bayaran yang sangat mahal yaitu dirinya sendiri, Do ut Des adalah salah satu terminus
ekonomikus dari bahasa Latin yang berarti bahwa saya memberi agar saya
menerima. Rupanya oknum polisi tersebut salah mengerti tentang makna dari pada
istilah ini. Model berpikir ini baik jika digunakan dalam dunia
perdagangan, bukan dalam penyelesaian persoalan hukum. Sebab ranah hukum tidak
mengenal baik dan tidaknya melainkan salah atau benar. Sehingga sebagai masyarakat
yang bebas dan bermoral, patut mempertanyakan kesalahan mereka, siapakah yang
paling bersalah. Oknum polisi ataukah sang Napi. Jikalu keduanya sama-sama
bersalah katakanlah kepada masyarakat bahwa keduanya bersalah. Akan tetap
apabila sang Napi saja yang bersalah, lantas bagaimana dengan nasib si
pemerkosa.
Dengan
demikian, pilihan, pengambilan sikap dan tindakan harus dipertanggungjawabkan
terhadap nilai-nilai kemanusiaan autentik, terhadap orang lain. Karena itu
orang mesti mempertanggungjawabkan perbuatannya baik secara hukum maupun moral.
Tanggung jawab terkadang dianggap membuat orang tidak bebas, karena itu orang
menolak untuk bertanggung jawab dan berlindung di balik institusi di mana ia
mengabdi.
Menolak
untuk bertanggung jawab berarti tahu dan sadar apa yang harus dilakukan tetapi
tidak melakukannya karena terasa berat. Itu berarti orang sadar akan
perbuatan yang paling bernilai dan pantas. Namun, tak melakukannya karena ia
memiliki otoritas tertentu yang melindunginya. Dalam kasus ini, oknum yang
melakukan tindakan seperti ini, mempunyai kehendak yang lemah, sehingga ia
menolak untuk bertanggung jawab dan mental seperti ini semestinya dari pihak
institusi harus memberikan sanksi yang setimpal agar oknum tersebut bisa
menjadi insan yang sadar, akan nilai moralitas dan hukum yang benar sebagaimana
mestinya dalam tatanan negara republik ini.
Perbedaan antara hukum dan moral menurut K.Berten :
1. Hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas, artinya dibukukan secarasistematis
dalam kitab perundang-undangan. Oleh karena itu norma hukumlebih memiliki
kepastian dan objektif dibanding dengan norma moral.Sedangkan norma moral lebih
subjektif dan akibatnya lebih banyak ‘diganggu’ oleh diskusi yang yang
mencari kejelasan tentang yang harusdianggap utis dan tidak etis.
2. Meski moral dan hukum mengatur tingkah laku manusia, namun hukummembatasi
diri sebatas lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap batin
seseorang.
3. Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitandengan moralitas.
Hukum untuk sebagian besar dapat dipaksakan,pelanggar akan terkena
hukuman. Tapi norma etis tidak bisa dipaksakan, sebab paksaanhanya menyentuh
bagian luar, sedangkan perbuatan etis justru berasal daridalam. Satu-satunya
sanksi dibidang moralitas hanya hati yang tidak tenang.
4. Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat
dan akirnya atas kehendak negara.
Meskipun hukum tidak langsung berasal dari negara seperti hukumadat, namun
hukum itu harus di akui oleh negarasupaya berlaku sebagaihukum.moralitas berdasarkan
atas norma-norma moral yang melebihi padaindividu dan masyarakat. Dengan cara
demokratis atau dengan caralainmasyarakat dapat mengubah hukum, tapi masyarakat
tidak dapatmengubah atau membatalkan suatu norma moral. Moral menilai hukum
dantidak sebaliknya.[5]
Sedangkan
Gunawan Setiardja membedakan hukum dan moral :
1. Dilihat dari dasarnya, hukum memiliki dasar yuridis, konsesus dan uhkumalam
sedangkan moral berdasarkan hukum alam.
2. Dilihat dari otonominya hukum bersifat heteronom (datang dari
luar dirimanusia), sedangkan moral bersifat
otonom (datang dari diri sendiri).
3. Dilihat dari pelaksanaanya hukum secara lahiriah dapat
dipaksakan.
4. Dilihat dari sanksinya hukum bersifat yuridis. moral berbentuk sanksi kodrati, batiniah,
menyesal, malu terhadap diri sendiri.
5. Dilihat dari tujuannya, hukum mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan bernegara,
sedangkan moral mengatur kehidupan manusia sebagai manusia.
6. Dilihat dari waktu dan tempat, hukum tergantung pada waktu dan tempat,sedangkan
moral secara objektif tidak tergantung pada tempat dan waktu(1990,119).
F. Hubungan Hukum dan Moral
Antara hukum dan moral terdapat hubungan yang erat sekali,
ada pepatah Roma yang mengatakan “quit
leges sine moribus”. Apalah artinya undang-undang kalau tidak disertai
moralitas. Dengan demikian hukum tidak akan berarti tanpa dijiwai moralitas.
Moral tanpa hukum hanya angan-angan saja, kalau tidak diundangkan atau dilembagakan
dalam masyarakat. Dengan demikian hukum bisa meningkatkan dampak social dari
moralitas. Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral
tetap berbeda, sebab dalam kenyataan mungkin ada hukum yang bertentangan
dengan moral atau ada undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidak
cocokan.
Antara hukum dengan moral, untuk itu dalam konteks
pengambilan keputusan hukum membutuhkan moral, sebagaimana moral membutuhkan hukum.
Apalah artinya hukum jika tidak disertai moralitas.
A. Kesimpulan
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan
atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. dan Moral adalah perbuatan/tingkah
laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. apabila yang
dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat
tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka
orang itu dinilai memiliki moral yang baik, begitu juga sebaliknya.
Antara hukum dan moral terdapat hubungan yang erat sekali,
ada pepatah Roma yang mengatakan “quit
leges sine moribus”. Apalah artinya undang-undang kalau tidak disertai
moralitas. Dengan demikian hukum tidak akan berarti tanpa dijiwai moralitas.
Moral tanpa hukum hanya angan-angan saja, kalau tidak diundangkan atau
dilembagakan dalam masyarakat. Dengan demikian hukum bisa meningkatkan dampak
social dari moralitas. Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun
hukum dan moral tetap berbeda, sebab dalam kenyataan mungkin ada hukum
yang bertentangan dengan moral atau ada undang-undang yang immoral, yang
berarti terdapat ketidak cocokan.
Daftar Pustaka
Hans
Kelsen. Teori Hukum Murni, Dasar-Dasar
Ilmu Hukum Normatif. Nusa Media. Bandung. 2011. Halaman 68. Cetakan
kedelapan.
R. Seoroso. Pengantar Ilmu Hukum. Sinar
Grapika. Jakarta. 2004. Halaman 26. Cetakan keempat.
Setiadi, Elly M. dkk.,
2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana PredanaMedia Group.
Hukum.id.wikipedia.org.
diakses tanggal 15. Jam 20:00 wib
[1]
Hukum.id.wikipedia.org. diakses
tanggal 15. Jam 20:00 wib
[2]
R. Seoroso. Pengantar Ilmu Hukum. Sinar Grapika.
Jakarta. 2004. Halaman 26. Cetakan keempat
[3]
Setiadi,
Elly M. dkk., 2006. Ilmu Sosial dan
Budaya Dasar. Jakarta: Kencana PredanaMedia Group. Halaman 34
[4] Hans Kelsen. Teori Hukum Murni, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif. Nusa Media.
Bandung. 2011. Halaman 68. Cetakan kedelapan.
[5] Perbedaan antara hukum dan
moral. http://www.scribd.com/doc/46875413/Antara-Hukum-Dan-Moral-Terdapat-Hubungan-Yang-Erat-Sekali, diakses tanggal 17 juni 2012.
Jam 23:00